Judul : ga-gi-gu giGi
Pengarang : Lia Indra Andriana
Penerbit : Gradien Mediatama
Tahun terbit: 2008
Sinopsis :
FKG (Fakultas Keliling Gang). Pernah dengar istilah itu? Well, yang pertama terlintas dipikiran saya sudah pasti Falkutas Kedokteran Gigi. Tapi di buku ga-gi-gu giGi ini dijelaskan arti lainnya dari FKG (Fakultas Keliling Gang). Mahasiswinya juga mahasiswi FKG (Fakultas Kedokteran Gigi). Lho kok bisa? Bisa saja. Buktinya dalam ga-gi-gu giGi ini dibahas bagaimana mahasiswi yang sedang dalam tahap meraih gelar ‘drg’ menjadi mahasiswi yang suka keliling gang. Sejarahnya juga nggak singkat untuk menuju gelar menjadi Fakultas-Keliling-Gang. FKG yang awalnya memang Falkutas-Kedokteran-Gigi sempat menjadi Fakultas-Kebanyakan-Gadis lantaran dalam statistik mahasiswanya kebanyakan ditemukan makhluk berkelamin cewek, namun bagaimana bisa berubah jadi Fakultas-Keliling-Gang?
Ceritanya, untuk melakukan praktek, mereka harus punya bahan percobaan. Karena yang namanya dokter itu sudah pasti berhubungan dengan makhluk hidup, mereka juga butuh bahan percobaan yang hidup. Manusia. Uwo, untuk mendapatkan pasien mereka harus nyari sendiri. Nah, gimana cara menjaring pasien? Satu-satunya cara ya dengan keliling gang untuk nyari pasien. Itulah asal muasal mereka berubah julukan menjadi mahasiswi Fakultas-Keliling-Gang.
Dunia kedokteran—terutama FKG—sekarang semakin bertambah maju. Mereka tidak saja sanggup membedah mulut, menggergaji rahang, mengebor gigi, sampai nge-bleaching gigi kayak di salon-salon nge-bleaching rambut pelanggan, mereka mulai merambah dunia perdukunan. Sejauh yang saya tahu, saya ke dokter gigi Cuma buat cabut gigi dan masang behel. Tapi sumpah, seumur-umur saya baru tahu kalau kedokteran gigi mengajarkan pada siswa mereka mengenai pengetahuan susuk. Oke, jangan berburuk sangka dulu mengira FKG melakukan hal yang ghaib, kabarnya... sst.. kita bisa tahu orang pake susuk atau enggak lewat gigi mereka. Nggak percaya? Coba deh tanya sama dokter gigi langganan kalian. Wow... nggak nyangka kan kalau kedokteran gigi saat ini sudah menerbangkan sayapnya sejauh itu? ck, ck.
Ga-gi-gu giGi juga mengisahkan bagaimana para mahasiswa seringkali di beri banyak pertanyaan oleh senior PPDGS (dokter yang kuliah untuk mendapatkan gelar spesialis Bedah Mulut) sebelum mereka di perbolehkan mencabut gigi pasien klinik dan seringkali mahasiswa yang lupa—atau nggak tahu—jawabannya akhirnya memberikan jawaban konyol bin gokil dengan tampang serius dan sangat meyakinkan—padahal terang-terangan salah—hanya agar tidak jatuh pamor.
Ah, satu yang paling berkesan di antara kisah-kisah dalam ga-gi-gu giGi ini. Alkisah ada seorang bapak-bapak jadi pasien di klinik FKG ingin menyabut gigi belakangnya. Mulai dari mahasiswa tingkat tiga, kemudian di gantikan PPDGS karena nggak sanggup nyabut, sampai PPDGS nyuruh juniornya yang lain menggantikannya mencabut gigi, sungguh—anehnya—gigi itu tetap betah nangkring di gusi. Ternyata, di dalam gigi bapak itu ada jimatnya!
Kalau mau nyabut gigi, yang kita lakukan biasanya apa? Pergi ke puskesmas atau ke rumah sakit. Yang sudah punya langganan biasanya langsung datang ke tempat praktek dokter. Yang deket klinik FKG, pasti mampir kesana dong. Yang biasanya saya lakukan kalau sakit gigi atau mau nyabut gigi pasti segera ambil SIM lalu tancap gas sendirian ke tempat praktek dokter gigi langganan (kalau zamannya SD, izin keluar sekolah pas jam istirahat trus sambil ngontel sepeda atau naik becak—dengan mengorbankan uang jajan—langsung jalan ke puskesmas deket kecamatan).
Nah, kebayang nggak apa yang dilakukan oleh para dokter/calon dokter ini? Pernah kebayang nggak apa yang ada di pikiran dokter/calon dokter ini saat akan berinteraksi dengan calon pasiennya? Kalau nggak baca ga-gi-gu giGi ini saya pasti nggak akan tahu kalau mahasiswa FKG menganggapnya sebagai MEDAN PERANG. Mereka ini punya strategi untuk para pasiennya. Mulai dari menyiapkan lokasi medan perang mengategorikan siapa lawan siapa kawan siapa sekutu, menentukan kriteria pemenang, mengasah senjata yang digunakan, jadwal kerjasama dengan sekutu, meneliti jadwal tugas musuh, sampai jadwal perang. Semua sudah diatur sesempurna mungkin. Gila!
Mau tahu lebih lanjut?
Ga-gi-gu giGi merupakan karya non-fiksi pertama dari mbak Lia. Mbak Lia sebagai mahasiswi FKG dengan sangat berani telah membeberkan fakta. Fakta dibalik perdukunan gigi. Semua kisah-kisah mbak Lia sebagai mahasiswi FKG (bersama kawan-kawan) di rangkum dan diceritakan dengan gaya bahasa yang lucu nan gokil. Mbak Lia nggak ragu untuk menulis dengan bahasa gaul, penuh istilah anak muda dan tidak terpaku pada EYD seperti cerpennya yang biasa. Justru di sinilah kelebihannya. Pembaca bisa mudah terbawa suasana gokilnya mbak Lia dan dapat membayangkan bagaimana lucunya saat kejadian itu benar-benar terjadi. Dijamin nggak akan bosen deh bacanya. Gaya bahasa mbak Lia ngalir dan bikin nggak inget waktu.
Ga-gi-gu giGi ini juga makin meriah dengan tambahan ilustrasi pada tiap babnya. Yang paling menonjol dan jadi favorit saya adalah ilustrasi pada bab dua yang berjudul GIMME YOUR S**T, PLEASE! Simple sih. Cuma gambar pintu yang dilabelin papan TOILET. Namun tulisan-tulisan yang di taruh di sekeliling gambar itu yang bikin saya suka. Terutama tulisan yang di tulis—seolah—diatas kertas tepat di bawah label papan TOILET tadi. Tulisannya bikin ngakak—atau minimal nyengir dah bagi yang nggak punya selera humor—karena isinya.. umm.. tulisannya: YANG MAU MENGELUARKAN E’EK HARAP TINGGALKAN PESAN, PELASEE... THX. Ugh, yang belum baca jalan ceritanya pasti nggak ngerti dimana lucunya.
Selain ilustrasi-ilustrasi lucu itu, setiap babnya pasti disisipkan juga humor gigi:
TRIK NGUSIR PASIEN
Dokter: Bisa tolong saya, Pak? Saya ingin Anda berteriak ketakutan sehisteris mungkin.
Pasien: Lho, kenapa? Saya kan baik-baik saja.
Dokter: Begini Pak, diruang tunggu masih ada 10 orang pasien, sementara saya tidak mau ketinggalan menonton siaran langsung Piala Eropa sepuluh menit lagi
—credit to ga-gi-gu giGi
Patut diacungi jempol karya mbak Lia yang satu ini karena keberaniannya mengungkapkan fakta dibalik FKG yang—percaya nggak percaya—super gokil. Ada satu-dua kisah pernah saya baca di blog mbak Lia, namun, yang saya kagumi adalah mbak Lia tidak jaim baik dalam cara menceritakannya maupun kisahnya sendiri. Dan dengan caranya sendiri, hal-hal yang tampak biasa bisa jadi lucu di ga-gi-gu giGi. Sukses terus buat mbak Lia ;)
-okeyzz-