Penulis: Maggie Tiojakin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: Desember 2011
Hlm: 291
ISBN: 9789792278125
Review:
Sebuah kisah perjalanan hidup Nicky F. Rompa yang terdampar di Boston, US. Kisahnya bermula dari perceraian kedua orang tuanya. Ia kemudian hidup bersama ayahnya yang abusive. Lalu ibu Nicky yang tidak tega anaknya dipukuli segera mengirim Nicky ke Amerika, ditempat tante Nicky tinggal bersama suami Amerikanya.
Di Boston, selama tinggal di rumah Tante Riesma, Nicky sempat bersenang-senang bersama Leah (Sepupu) dan Richard (pacar Leah) dan berkencan dengan imigran dari Rusia—Polina yang cantik.
Seiring berjalannya waktu, Nicky kemudian bersahabat dengan Dev dan pacarnya, Natalie. Ikut kelas Creative Writing dan bekerja sebagai supir limousine untuk kalangan kelas menengah keatas. Sayangnya karena tak lagi tinggal bersama Tante Riesma—guardian Nicky—visa Nicky hangus dan karena ia tidak mau pulang ke Indonesia, Nicky sekarang resmi jadi warga ilegal.
Seiring berjalannya waktu, Nicky kemudian bersahabat dengan Dev dan pacarnya, Natalie. Ikut kelas Creative Writing dan bekerja sebagai supir limousine untuk kalangan kelas menengah keatas. Sayangnya karena tak lagi tinggal bersama Tante Riesma—guardian Nicky—visa Nicky hangus dan karena ia tidak mau pulang ke Indonesia, Nicky sekarang resmi jadi warga ilegal.
Pertama kali membaca Winter Dreams, saya terkesima dengan cara penuturannya Maggie Tiojakin yang indah. Dengan sudut pandang orang pertama dari tokoh utama rasanya saya sedang membaca terjemahan buku klasik atau historical-fiction asing. Saya hampir tidak pernah menemukan tipe penulis yang memiliki gaya bahasa sedemikian indah. Alurnya begitu enak diikuti—sendunya suasana musim dingin menemani kita dalam menikmati kisah perjalanan hidup Nicky.
Selain fakta diatas, menarik sekali membaca kisah hidup Nicky dan berkenalan dengan penokohan karakter Nicky yang kuat. Nicky tidak punya tujuan hidup, tidak punya cita-cita. Jika ada yang bertanya ia kelak ingin menjadi apa? Jawabnya, jangankan sepuluh tahun lagi, ia bahkan tidak tahu akan kemana dirinya pergi esok hari. Baginya hidup seperti air mengalir, ia hanya tinggal mengikuti. Just going with the flow.
Walaupun begitu, Nicky tidak membiarkan kehidupan menyeretnya agar bisa memakannya hidup-hidup. Meskipun Nicky bukan orang paling alim sedunia, tapi ia tidak menjerumuskan diri seperti yang Leah alami dengan narkoba. Ya, dia menghamili Polina dan membiarkan Polina menggugurkan kandungannya. Ya, ia tinggal serumah dengan Esme yang lebih tua. Ya, ia tidak punya tujuan hidup. Tapi Nicky tidak pernah merusak hidupnya sendiri.
Hidup Nicky bersinggungan dengan sedikit orang, tokoh-tokoh sentral yang itu-itu saja. Tokoh-tokoh itu datang dan pergi tapi keberadaan mereka selalu ada disana, bersama kenangan Nicky. Namun tema utama dari novel ini yang saya tangkap adalah ketidakyakinan manusia terhadap hidup.
Tokoh menarik lainnya adalah Artin, mentor Nicky di kelas Creative Writing yang mendorong Nicky untuk menulis karena ia punya bakat. Namun Artin tidak membiarkan Nicky besar kepala karena menurutnya bakat itu bagus, tapi tidak cukup bagus tanpa latihan dan pengalaman. Saya suka Artin karena mampu membuat Nicky kembali memikirkan tentang tujuan hidupnya.
Pada akhirnya buku ini tidak membawa kita kemana-mana. Tidak ada happy atau sad-ending. Pembaca dihadapkan pada pilihan untuk mengintepretasikan sendiri pesan dari buku ini. Karena kadang cerita tidak punya tujuan atau pesan di dalamnya. Terkadang cerita hanyalah sekedar cerita.
Setelah membaca buku ini, saya menyadari banyak dari kita yang masih belum tahu apa tujuan hidup kita. Kadang kita tahu—atau berpikir kita tahu tapi sebenarnya jauh di dalam kita tahu bahwa kita tidak tahu apa-apa.
Saya tahu tujuan jangka pendek dan jangka panjang saya apa tapi saya benar-benar tidak tahu apa tujuan dan cita-cita saya yang sebenarnya. Jenis cita-cita yang tidak terburamkan oleh kabut matrealistis duniawi semata. Jenis cita-cita dan tujuan hidup yang murni—jika memang benar-benar ada yang murni di dunia ini.
Ada orang-orang yang sudah tahu apa tujuan hidupnya, mereka diberkahi. Ada yang masih mencari tujuan hidupnya, mereka beruntung. Ada yang tidak punya tujuan hidup dan membiarkan hidupnya mengalir begitu saja, itu pun tak apa. Tapi mereka yang membiarkan dirinya terseret arus, yah nasib mereka sial, sayang sekali.
Tidak punya tujuan juga tidak apa-apa. Membiarkan hidup mengalir apa adanya juga tidak-apa-apa. I think it's better to take our time. Do nothing is fine too. Maybe life is our journey to conquest. Mungkin dalam ketidakadaan itu sebenarnya tanpa sadar kita sedang mencari. Setidaknya, cepat atau lambat kita pasti akan menemukannya, atau mungkin tujuan itu yang akan menemukan kita. I give 5 stars out of 5 for this book!
PS: Thanks to Akbarion yang sudah memberi saya kesempatan membaca buku bertandatangan Maggie Tiojakin yang istimewa ini via PinjamBuku.com