"Kenangan milik siapakah itu?"
Wol pingsan.
Min Hwa berusaha menggunakan es untuk menghilangkan kerutan-kerutan di wajahnya.
Yang Myeong datang untuk menghiburnya.
Min Hwa menyuruh Yeom berjanji agar apapun yang terjadi tidak akan pernah meninggalkannya.
Setelah Yeom berjanji, Min Hwa sangat senang dan memeluknya.
Saat itu, Seol sedang melihat mereka dengan sedih.
Nok Young cemas ketika melihat kamar Wol kosong.
Nyonya rumah memberikan sebuah surat.
"Karena kau menolak kembali ke istana, maka kami akan mengambil anak asuhmu. Jika kau ingin anak asuhmu kembali, maka kau harus masuk ke istana."
"Ada apa?" tanya Seol panik.
"Siapkan barang-barang kalian." perintah Nok Young. "Kita akan kembali ke Ibu Kota."
Wol masih dalam keadaan pingsan ketika peti dibuka.
Para penculik mengira Wol mati, namun astrolog mengatakan bahwa Wol masih hidup.
Mendadak Wol sadar. Ia menyundul kepala si astrolog dan berlari kabur.
Ketiga anak buah astrolog mengejar Wol.
Di sisi lain, Yang Myeong sedang dikejar oleh orang istana. "Pangeran Yang Myeong!" panggil mereka.
Yang Myeong menyamar agar bisa lolos dari kejaran mereka. Namun sayang usahanya sia-sia.
"Pangeran Yang Myeong!" panggil mereka.
Yang Myeong menoleh. "Bagaimana ia bisa tahu?" keluhnya.
Yang Myeong berlari kabur lagi.
Wol kebingungan menghindari kejaran si penculik.
Tanpa sengaja ia melihat seorang biksu.
"Aku sedang dikejar." kata Wol pada si biksu. "Tolong bantu aku."
Si biksu lalu menarik tangan Wol dan memeluknya.
Wol mencoba melepaskan diri.
"Apa yang kau lakukan?!" seru Wol marah setelah berhasil lepas dari pegangan si biksu. "Kau sangat tidak sopan!"
"Apa kau tidak mengenaliku?" tanya biksu itu.
Si biksu membuka capingnya. Rupanya biksu itu adalah Yang Myeong yang sedang menyamar.
"Kau tidak ingat siapa aku?" tanya Yang Myeong lagi.
Wol hanya diam.
Tidak lama kemudian, ketiga penculik datang.
"Mundur!" ujar Yang Myeong memperingatkan. "Siapapun yang berani menyentuh gadis ini akan mati!"
Dengan sekali gerakan saja, Yang Myeong berhasil menjatuhkan ketiga penculik. Ia kemudian menarik tangan Wol dan lari.
"Apa kau benar-benar seorang shaman?" tanya Yang Myeong.
"Benar." jawab Wol.
"Apa kau benar-benar tidak mengenaliku?" tanya Yang Myeong lagi.
"Ini pertama kalinya kita bertemu."
"Jika kau pergi lewat gerbang belakang dan mengikuti jalan, kau akan menemukan sebuah rumah kaca." kata Yang Myeong. "Maukah kau menungguku disana?"
"Aku akan menunggumu." jawab Wol.
Rupanya para penculik belum menyerah. Mereka bangkit dan mengejar Wol lagi.
Wol dan Yang Myeong berpisah jalan.
Wol berlari sesuai instruksi Yang Myeong, namun sayang di tengah jalan ia terkepung.
Wol berteriak.
Yang Myeong panik mendengar teriakan Wol dan menjadi lengah.
Ketiga penculik memukul kepala Yang Myeong hingga ia jatuh pingsan.
Ibu Suri marah besar ketika orang suruhannya gagal membawa Nok Young kembali ke istana.
Astrolog itu mengatakan pada Ibu Suri bahwa mereka membawa anak asuh Nok Young. Anak asuh Nok Young itu akan dijadikan tawanan agar Nok Young kembali ke istana. Selain itu, mereka berniat menjadikan Wol sebagai jimat yang berguna menyerap penyakit dalam diri Raja.
Mereka akan memasukkan Wol sebagai jimat ketika Hwon sedang tidur sehingga Hwon tidak perlu tahu.
"Satu bulan." ujar Ibu Suri. "Satu bulan lagi Yang Mulia dan Ratu akan melakukan hubungan suami istri. Jika ia bisa membantu Yang Mulia memulihkan kesehatannya..."
"Maka masalah pernikahan Yang Mulia juga terselesaikan." lanjut astrolog.
Wol dikurung di sebuah kamar. Kepala Shaman memerintahkan ia bersiap-siap karena ia akan melakukan sebuah tugas.
Wol menolak. Kepala Shaman menamparnya.
"Jika kau berani bersuara atau bergerak, hidupku akan dipertaruhkan." ancam Kepala Shaman.
Woon kembali dari perjalanannya.
"Dia menghilang?" tanya Hwon. "Sudah kukira. Dia memang hantu. Jika ia hantu maka ia pastilah arwah penasaran yang ingin membalaskan dendam."
"Aku akan mencarinya lagi." ujar Woon.
"Tidak." jawab Heon pelan. "Tidak perlu. Aku akan menganggap itu mimpi atau halusinasiku saja. Mungkin lebih baik begini."
Tidak lama kemudian, tabib datang membawakan teh.
"Teh macam apa ini?" tanya Hwon.
"Itu adalah teh krisan yang disiapkan oleh tabib istana." jawab kasim. "Teh itu bisa membantu tidur Anda agar lebih nyenyak, Yang Mulia."
Hwon meminum obat tersebut.
Di sisi lain, Wol dibantu untuk bersiap-siap. Ia hanya bisa diam saja tanpa tahu akan diperintahkan melakukan apa.
Setelah siap, Kepala Shaman menutup mata Wol dengan kain.
Setelah Hwon tertidur, tabib memberitahu Woon bahwa astrolog akan membawakan jimat.
Woon keluar dari ruangan, menunggu si astrolog.
Tidak lama kemudian, astrolog tiba dengan membawa seorang gadis yang wajahnya ditutupi tudung.
Woon menyibak tudung Wol dan hendak membuka penutup matanya, namun astrolog melarang.
"Jika energinya terganggu, maka kekuatan jimat akan hilang." ujar astrolog pada Woon.
Wol dibawa masuk ke kamar Hwon. Disana, astrolog membuka penutup matanya dan meninggalkan Wol berdua dengan Hwon.
Wol membuka matanya.
Woon masuk ke dalam kamar untuk menjaga mereka.
Wol terkejut melihat Hwon tidur di hadapannya.
Woon duduk. Ia terkejut melihat kalau jimat itu ternyata adalah Wol, gadis yang selama ini dicari-cari oleh Hwon.
Perlahan, Wol mengangkat tangannya untuk menyentuh kening Hwon.
"Yeon Woo..." Mendadak Hwon mengigau dalam tidurnya. "Yeon Woo..."
Woon bersiap dengan pedangnya.
Hwon menangis.
Wol menyentuh kening Hwon.
Hwon tidak lagi mengigau dan tidurnya kelihatan lebih tenang.
Yang Myeong terbangun dari pingsan. Ia melihat Wol disisinya. Namun ternyata itu hanyalah halusinasi. Yang ada disisinya adalah Yeom.
Yang Myeong pingsan lagi.
Wol pergi setelah Hwon tertidur pulas. Namun ia kelihatan enggan meninggalkan Hwon.
Keesokkan paginya, Hwon terbangun.
"Apakah ada seseorang yang kemari tadi malam?" tanya Hwon pada kasim.
"Astrolog dayang untuk membawakan jimat." jawab Kasim. "Apakah tidur Anda nyenyak tadi malam, Yang Mulia?"
"Jimat?" gumam Hwon. "Aku orang yang tidak suka sihir, tapi hari ini tubuhnya rasanya ringan."
Hwon berkata sembari menggerak-gerakkan tubuhnya.
Hwon berjalan dengan sangat bersemangat di istana.
Di jalan, ia berpapasan dengan tiga orang gadis.
"Apa kalian koki istana?" tanya Hwon.
"Benar." Jawab mereka.
"Sup yang kumakan tadi pagi sangat lezat." pujinya sembari tersenyum, kemudian berjalan pergi.
Ketiga koki sangat senang mendengarnya.
"Biasanya Yang Mulia berhati dingin." kata salah satu dari mereka. "Tapi kenapa hari ini mendadak berbeda?"
"Kita masakkan sup lagi untuknya besok."
"Jika aku bisa melihat senyumnya lagi, aku akan memasakkan sup untuknya setiap hari." ujar yang lain.
Hwon kembali membahas konstruksi di depan para menterinya.
Ia bahkan memanggil ayah dari anak yang dulu menabraknya saat ia menyamar, Pi Han Dol.
Han Dol berbohong dengan menjawab kalau ia bertanggung jawab atas pembangunan jembatan. Ia diancam oleh menteri.
Hwon tahu persis kalau Han Dol berbohong karena kulit punggung jari-jari Han Dol terkelupas. Ia kemudian memberikan Han Dol lahan untuk bertani dan mengembalikan dia pada keluarganya.
Setelah selesai bicara dengan Raja, Dae Hyeong dan anak buahnya memberikan Han Dol uang.
"Ini uang yang dijanjikan." kata menteri.
"Jika kau berani membocorkan rahasia ini pada orang lain, maka yang akan mati pertama kali adalah anak-anakmu." ancam Dae Hyeong.
Han Dol mengambil uang itu dan bergegas pergi.
Ketika Han Dol sedang berjalan melewati hutan, mendadak tiga orang pria berpakaian hitam muncul hendak membunuhnya.
Salah satu pria mengeluarkan pedang untuk menebas Han Dol, namun salah satu diantara mereka malah menyerang dan menjatuhkan kedua orang yang lain.
Pria itu tidak lain adalah Woon, yang datang untuk menyelamatkan Han Dol atas perintah Hwon.
Woon kembali ke istana setelah membawa Han Dol kembali ke desa.
Hwon berkata bahwa ia tahu Han Dol berbohong dengan melihat kulit punggung tangan Han Dol.
"Luka seperti itu biasa dimiliki oleh orang yang baru pertama kali belajar pedang." kata Hwon.
Hwon juga bertanya-tanya kenapa para menteri mencoba membunuh Han Dol dan apa yang mereka coba tutupi.
"Apa Anda sudah mendapat jawabannya?" tanya Woon.
"Tentu saja." jawab Hwon. "Berpura-pura melakukan kerja rodi, mereka mengumpulkan semua pria yang kuat. Menggunakan cerita rencana konstruksi palsu, memperoleh dana. Dan dengan menggunakan pembangunan Paviliun Buyeong, diam-diam mereka melatih pasukan militer. Bagaimana menurutmu? Apa ini masuk akal?"
"Jika itu memang benar, maka mereka melakukan pemberontakan." ujar Woon.
"Aku tahu." ujar Hwon, tersenyum. "Hidupku juga sedang terancam."
"Yang Mulia..." Woon kelihatan cemas.
"Jangan khawatir." ujar Hwon. "Saat ini belum waktunya bagiku untuk mati. Aku akan tetap hidup sampai mereka berhasil memperoleh apa yang mereka inginkan."
Anak buah para menteri yang bertugas membunuh Han Dol kembali dalam keadaan terluka. Ia melaporkan kalau mereka di serang oleh orang yang memiliki pedang setan.
Dae Hyeong membunuh si anak buah.
"Inikah peringatanmu, Yang Mulia?" gumam Dae Hyeong dalam hati.
Ibu Suri sangat senang mendengar kabar kalau keadaan Hwon sudah lebih baik.
Ia berniat menemui Wol secara langsung dan memberinya hadiah.
Wol terdiam di kamar, berpikir.
"Yeon Woo..." gumamnya. "Orang seperti apa yang bisa membuatnya seperti itu? Jika aku adalah orang itu... Jika aku bukan shaman... Jika aku adalah Yeon Woo... Apakah ia akan merasa lebih baik?"
Ibu Suri datang ke Balai Samawi untuk menemui Wol, namun Kepala Shaman menghalangi jalannya.
"Beraninya kau menghalangi jalanku!" seru Ibu Suri marah.
"Ia shaman yang masih terpengaruh roh jahat dalam dirinya." ujar Kepala Shaman. "Anda tidak bisa datang dan menemuinya."
"Tunggu apa lagi?" seru Ibu Suri pada dayangnya. "Cepat tangkap dia!"
Mendadak Nok Young muncul dan langsung berlutut pada Ibu Suri. Rupanya Kepala Shaman menyembunyikan Nok Young.
Nok Young memberi alasan kenapa ia belum bisa kembali ke istana dan menemui Ibu Suri. Ia ingin membersihkan dirinya dari kesialan yang dulu.
"Lalu kenapa selama ini kau menyembunyikan gadis itu?" tanya Ibu Suri. "Katakan padaku."
"Delapan tahun yang lalu, kekuatan spiritualku hancur karena mengambil nyawa seseorang." ujar Nok Young. "Sejak saat itu, aku takut aku akan menjadi rintangan untukmu, Ibu Suri. Karena itulah aku pergi untuk sementara waktu dan akan kembali jika waktunya sudah tepat untuk membawakan keberuntungan bagimu."
"Dan sekarang adalah waktunya?" tanya Ibu Suri.
"Benar." jawab Nok Young. "Anda akan mendapat keberuntungan."
"Apakah aku akan segera memiliki penerus?" tanya Ibu Suri lagi.
"Benar sekali." jawab Nok Young. "Tapi bukan penerus yang dilahirkan dari tubuh Ratu." Nok Young berkata dalam hati.
Ibu Suri meminta Nok Young kembali ke Balai Samawi.
Nok Young menyetujui. Ia tahu kalau Kepala Balai Samawi sementara sedang menguping.
Ibu Suri kemudian mengatakan dengan keras pada si Kepala Sementara bahwa Kepala Balai Samawi yang sebenarnya, yakni Nok Young, sudah kembali.
Ibu Suri kemudian meminta Nok Young mempertemukannya dengan Wol. Namun Nok Young melarang dengan alasan kalau Wol telah menyerap energi jahat dan takut kalau energi jahat itu akan berpindah pada Ibu Suri.
Seol sangat senang bisa bertemu lagi dengan Wol. Seol dan Jan Shil merasa sangat bersalah pada Wol.
Nok Young masuk ke ruangan. Seol dan Jan Shil langsung keluar.
Di luar, Seol dan Jan Shil mendengar dua orang gadis shaman membicarakan hal buruk mengenai Wol.
"Bagaimana mungkin orang baru diizinkan masuk ke kamar Raja?" ujar salah satu dari mereka.
Jan Shil berteriak marah.
"Kalian bahkan tidak tahu siapa dia tapi membicarakan hal-hal buruk mengenainya!" seru Jan Shil marah. "Gadis itu adalah bu..."
Seol langsung menutup mulut Jan Shil.
"Nama nona kami adalah Wol." ujar Seol. "Wol artinya bulan. Mohon jaga nona kami."
Nok Young memerintahkan Wol segera pergi dari Balai Samawi, namun Wol menolak.
"Aku tidak bisa." ujar Wol. "Aku tidak mau membuat semua orang menjadi buronan karena aku."
"Jadi, kau mau melanjutkan semua ini?" tanya Nok Young marah.
"Hanya untuk satu bulan." ujar Nok Young. "Aku hanya harus berada di sisinya selama satu bulan. Ini tidak sepertimu, Kepala Shaman. Kenapa kau menjadi seperti ini?"
Nok Young terdiam.
"Aku akan baik-baik saja." ujar Wol menenangkan. "Tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Kekuatanku memang lemah, tapi jika keberadaanku bisa membantu orang itu atau sedikit mengurangi penderitaannya..."
"Kelihatannya peringatanku sama sekali tidak pernah kau dengar." seru Nok Young. "Aku menyuruhmu bersembunyi. Aku menyuruhmu agar tidak terlibat hubungan emosional.
Wol hanya diam.
Nok Young terduduk lemah.
"Seorang shaman bukanlah manusia." ujar Nok Young. "Ia hanyalah jimat. Dia punya mata, tapi tidak bisa melihat. Ia punya mulut, tapi tidak bisa bicara. Menyelundup masuk ketika ia tidur dan menghilang jika ia bangun. Ada di sisinya tapi tidak bisa bertemu. Seperti itulah takdirmu, apakah kau masih mau melakukannya?"
Wol terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Walaupun aku punya mata, aku tidak akan melihat. Walaupun aku punya mulut, aku tidak akan bicara. Aku tidak akan membiarkan keberadaanku diketahui. Dia adalah Raja semua orang, sementara aku hanyalah seorang shaman rendahan. Apapun yang kau takutkan, itu tidak akan pernah terjadi."
Min Hwa dan ibu mertuanya menyulam.
Min Hwa berniat menyulan sepasang bangau terbang, namun sulamannya malah kelihatan seperti serangga.
Malam itu, Hwon merasa dirinya luar biasa sehat.
Ia push up dengan sangat bersemangat dan tidak mau tidur.
Kasim menangis karena terharu. "Melihat Anda seperti ini mengingatkan hamba pada masa muda Yang Mulia. Tetaplah sehat seperti ini, Yang Mulia."
Karena si kasim, Hwon akhirnya setuju untuk minum teh krisan dan tidur.
Wol datang kembali ke kamar Hwon dan berada di sisinya sepanjang malam.
"Apakah kau baik-baik saja hari ini?" Wol bertanya pada Hwon dalam hati. "Kau kelihatan lebih baik. Tolong jangan cemberut. Kau terlihat lebih bagus jika tersenyum."
Hwon memimpikan masa lalunya. Ia tersenyum dalam tidur.
Wol juga tersenyum melihat Hwon tersenyum.
Pagi harinya, Hwon kelihatan sangat bersinar hingga membuat para dayang silau. Ditambah lagi dengan silau Woon.
"Jika mereka sedang berdua, mereka kelihatan seperti lukisan." ujar dayang.
"Apa kau sudah dengar gosip?"
"Gosip kalau Yang Mulia tidak mau tidur dengan Ratu karena Woon?"
Tanpa mereka sadari, saat itu Bo Kyung ada di belakang mereka.
"Itu adalah senyum yang tidak pernah kulihat sebelumnya." ujar Bo Kyung dalam hati.
Kemarahan memenuhi hati Bo Kyung. Ia berbalik ingin menemui Hwon, namun dayang melarangnya.
Bo Kyung malah marah-marah pada dayang itu.
"Ada apa ini?" tanya Dae Hyeong, mendadak datang.
Bo Kyung terdiam melihat ayahnya.
"Kenapa kau bertindak gegabah?" tanya Dae Hyeong ketika berbincang berdua dengan Bo Kyung. "Istana punya mata dan telinga. Aku sudah memperingatkan padamu agar berhati-hati dalam segala tindakanmu. Kau tidak boleh mendekati Raja sebelum saatnya tiba. Jika kau tidak bisa memberikan keturunan pada Raja, itu akan menjadi masalah besar."
Bo Kyung meminta ayahnya memanggil ibunya ke istana.
Hwon berpikir. Ia merasa ada seseorang yang menyentuh keningnya ketika ia tidur.
Seperti biasanya, tabib membawakan teh krisan.
Hwon mengambil teh itu dan meminumnya. Namun ia tersedak dan kelihatannya memuntahkan teh tersebut.
Di sisi lain, Nok Young merasakan sesuatu hal buruk yang mungkin akan terjadi malam itu.
"Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Wol dalam hati ketika ia berada di sisi Hwon. "Kudengar kesehatan Yang Mulia jauh lebih baik. Aku tidak yakin apakah Yang Mulia tahu, tapi ini adalah pertama kalinya aku merasa senang bahwa aku adalah seorang shaman. Karena aku bisa membantumu, Yang Mulia. Karena aku bisa berada di sisimu dan melindungimu."
Wol menyentuh kening Hwon perlahan.
Mendadak kilatan-kilatan kenangan itu muncul lagi di kepala Wol.
Wol langsung menjauhkan tangannya dari kening Hwon.
Hwon membuka matanya.
Wol terkejut dan hendak menjauh, namun Hwon menarik tangannya.
Wol mencoba melepaskan diri dan kabur, namun Hwon malah menariknya ke ranjang.
"Siapa kau?" tanya Hwon. "Cepat jawab!"