Sinopsis Man of Honor episode 5 part 2 :
Jae In belum juga beranjak pergi dari rumah Kim Yeong Gwang, ia malah tertidur di jajaran bangku toko. Goon Ja ingin sekali memarahi Jae in, ia mengkhayal kalau dirinya tengah menjambak Jae In dan mengusirnya keluar dari rumahnya.
Tapi itu hanya sekedar khayalan, Goon Ja membangunkan Jae In dengan menendang jajaran bangku tempat Jae in tertidur, "Benar-benar anak tak berguna, benar-benar anak tak berguna." omel Goon Ja.
Jae In yang terbangun langsung tersenyum ramah, "Apakah kau tidur nyenyak, ajummeonni?"
"Kau dengan nyamannya tidur di tempatku. Apa kau pikir aku bisa tidur nyenyak ?" Goon Ja melempar amplop berisi uang milik Jae in, seraya berkata, "Tapi sewa bulanan, bayar air, tagihan telpon, dan uang untuk makan sehari, semuanya akan diperhitungkan. Lebih baik kau mengingatnya."
"Ajummeonni. . " Jae In terkejut.
"Kau harus mencuci sendiri mangkok yang kau pakai. Dan mengeringkan pakaian yang kau cuci. Kalau kau memecahkan mangkuk, atau apapun di rumah ini, Aku juga akan mengurangi jumlahnya dari pinjaman. Lebih baik kau siapkan mentalmu."
"Dengan kata lain. . Kau menerimaku, kan?" Jae In tersenyum senang, Goon Ja dengan keras hatinya masih menerima Jae in terutama karena uang yang Jae In pinjamkan.
"Kau yang jelas-jelas ingin tinggal di sini, bukan aku yang ingin kau tinggal di sini!"
"Ya, aku tahu." jawab Jae In.
Goon Ja membawa Jae In ke ruang makan.
"Nenek, eonni, dongsaeng. " sapa Jae In.
"Apa yang terjadi, Ibu? Apa kau benarbenar akan mengijinkan perempuan ini tinggal di rumah?" omel Jin Joo.
Goon Ja engga menjawab pertanyaan Jin Joo. Nenek menghampiri Jae In dan berkata, "Kau melakukannya dengan baik."
Kyung Joo menjawab, "Kalau itu menyebalkan, mengapa tidak menyiapkan saja uang untuk membayar semua hutang?"
"Darimana aku dapat uang sebanyak itu? Aku bahkan tidak punya uang. Eonni, kau benar-benar tidak punya uang? Kau benarbenar tidak punya?" tanya Jin Joo.
"Memangnya aku bank keluarga? Tiap kali kau tidak punya uang, kau selalu datang meminta padaku." jawab Kyung Joo.
"Bagaimanapun juga, dalam keluarga ini, eonni menghasilkan uang paling banyak."
"Aku tak punya. Karena kau tak punya, jadi kau harus bersabar."
"Ini benar-benar menjengkelkan!" keluh Jin Joo.
Nenek mengantar Jae In ke kamarnya. Kamar Jae In bersebelahan dengan kamar Yeong Gwang..
"Jadi ini kamar pemain Kim Yeong Gwang." Jae In menatap penasaran ke arah kamar Yeong Gwang.
"Cepat masuk. Ini dulunya kamar Jin Ju. Tapi karena dia penakut, dia pindah ke kamar kakaknya. Selama debunya dibersihkan, harusnya masih bisa dipakai." ucap nenek seraya mengepel lantai.
Jae in membantu nenek, "Berikan padaku, aku bisa melakukannya sendiri."
"Tidak perlu, tak perlu. Aku yang ingin melakukannya untukmu."
Jae In mengambil lap di tangan nenek, lalu mulai mengepel lantai, "Aku saja yang mengerjakannya. Lutut nenek akan sakit."
"Tapi aku kan sekarang punya keluarga, Nek." jawab Jae In.
"Aigoo, anak yang perhatian. Lain kali tak peduli apapun yang terjadi kau harus memberitahuku. Walaupun aku tak memiliki banyak keahlian, tetapi aku bisa mendengar keluhanmu." ucap nenek.
"Ya, nek."
Goon Ja berbicara pada foto mendiang suaminya-Kim In Bae. "Sekarang. Apa kau senang? Anakmu sekarang ada di tempat yang benar. Sekarang kau bahagia, kan? Kau benar-benar orang yang sangat buruk."
Apa yang tengah dilakukan Kim Yeong Gwang??
Ia sibuk meminjam uang dari teman-temannya, tapi engga ada satupun temannya yang memiliki uang.
Poor Yeong Gwang..
Bahkan semua lamaran kerjanya pun ditolak, karena ia hanya lulusan SMA dan perusahaan hanya memerlukan seorang sarjana.
Jae In pun bernasib serupa..
Semua lamarannya ke setiap rumah sakit di tolak, bukan karena kemampuan Jae In. Tapi karena kepala perawat telah menelpon semua rumah sakit agar tidak menerima Jae In bekerja di rumah sakit tersebut.
"Maaf, Yun Jae In adalah orang yang memiliki karakter yang malang. Semua kemampuannya tidak memenuhi syarat. Aku benar-benar tidak bisa merekomendasikannya." Begitulah kata-kata kepala perawat setiap kali ia menelpon pihak rumah sakit. Menjelek-jelekan Jae In, sehingga Jae In tidak diterima di rumah sakit manapun.
Malangnya mereka berduaa.. XD
"Bahkan jika aku mati karena kelaparan? Bahkan jika aku diusir dari rumah danharus tidur di jalanan juga? Aku tak seharusnya berkeliling meminjam uang. Memohon mohon belas kasihan. Menjaga harga diri sebagai pemain baseball. Seperti itu?" Yeong Gwang marah.
"Yeong Gwang, Apa yang kau bicarakan? Jangan bilang. . . rumahmu akan diambil."
"Bahkan jika aku mencari kerja, pendidikan terakhirku hanya SMA, mereka tidak akan menerimaku dan hanya mengabaikanku. Apalagi, Aku tak memiliki keahlian lain, Satu-satunya hal yang aku kettahui adalah baseball. Tapi, yang lain tidak akan menghargainya. Ditambah, umurku sudah 26 tahun. Apakah ada tempat yang menerima seseorang seperti aku? Aku benar kan? Untuk mengejar impianku, selama belas tahun terakhir, aku hanya hidup untuk baseball. Tapi baseball hanya memberikanku rasa sakit, pelatih. Harga diri? Kehormatan? Hal semacam itu, berikan saja kepada binatang untuk dimakan." Yeong Gwang beranjak pergi dari duduknya dan meninggalkan pelatih baseball begitu saja.
"Hei, Yeong Gwang! Aku belum selesai bicara! Sebenarnya. . . Aku kenal seorang Sunbae yang mempunyai pabrik dan dia kekurangan pekerja." ucap pelatih.
Yeong Gwang pergi begitu saja, tanpa mendengar ucapan pelatih.
Harapan terakhirnya, hanya pada lembaran surat lamaran pekerjaan yang pernah ditawarkan oleh Cha Hong Joo beberapa waktu lalu. Yeong Gwang menimbang-nimbang pemikirannya, apa ia harus bekerja di perusahaan itu.
In Woo pun tengah memikirkan surat aplikasi lamaran kerja yang Cha Hong Joo berikan.
In Woo berusaha untuk menemui ayahnya.
Ia memohon pada ayahnya, agar ia diizinkan untuk tetap bermain baseball.
"Kirim formulir yang telah dilengkapi sebelum batas waktu." ucap Seo Jae Myung saat In Woo meletakkan surat aplikasi lamarannya di meja Jae Myung.
"Tapi. . . Aku punya satu syarat. Kalau aku mengikuti kemauan Ayah dan memasukkan aplikasi ini, Maka. . . Pensiun dari baseball itu. . . Tolong tunda." ucap In Woo dengan terbata-bata.
"Apa yang kau katakan?" Seo Jae Myung geram.
"Pertamatama, aku akan melakukan apa yang telah kujanjikan pada ayah. Dengan kata lain. . . Ada kemungkinan aku takkan cocok di perusahaan."
"Berusahalah bekerja untuk perusahaanselama bulan, jika tidak cocok, Lalu kau bisabermain baseball lagi. Itukah yang kau maksud? Tidak boleh? Pemikiran yang tak berguna! Apa yang bisa kau raih? Di perusahaan! Dengan pemikiran yang kekanak-kanakkan, kau takkan pernah melakukan itu."
"Apa yang kau katakan? Sekarang, Kau! Apa sekarang kau melawanku?" bentak Seo Jae Myung.
"Aku. . . Aku tidak cocokbekerja di perusahaan. Aku tak mau melakukannya!" In Woo berusaha mengatakan hal sebenarnya.
"Katakan lagi! Katakan lagi!"
"Aku bilang aku tak maubekerja di perusahaan! Aku tak mau!" teriak In Woo.
"Baiklah! Kau benar-benar tak mau melakukannya? Kalau begitu mati saja! Pergi ke neraka!" Seo Jae Myung benar-benar kalap. Ia melempar Guci ke arah In Woo, tapi In Cheol segera melindungi In Woo, dan membiarkan lengannya terluka karena lemparan Guci.
In Woo bergegas pergi ke kamarnya, meminum beberapa butir obat penenang dan bersembunyi di sudut kamar dengan rasa ketakutan.
Sedangkan In Cheol, tangannya mengeluarkan banyak darah.
"Suamiku. Kenapa kau bersikap seperti ini pada In woo? Ini pertama kalinya dia memiliki keberania nuntuk datang ke kantormu untuk berbicara denganmu." ucap istri ibu In Woo.
"Dia laki-laki, tapi begitu lembek. Selalu penasaran, penasaran, penasaran terhadap segala hal. Mengenai masalah perusahaan. Bahkan jika dia tidak ingin melakukannya, dia harus melakukannya. Aku tidak akan mengijinkannya untuk bermain baseball lagi." jawab Seo Jae Myung.
"Kau juga keras kepala. Itulah mengapa dia suka membangkang. Pergi dan bujuk dia. Jika kau dengan sabar membujuknya, dia pasti akan mendengarkanmu. Kembali ke topik utama kita. . . Tak tahu apakah In Cheol baikbaik saja. Sepertinya cedera yang dialaminya cukup serius." Ibu In Cheol sedikit iba pada In Cheol.
"Karena hal itu, itulah mengapa aku mengijinkannya berada di posisi itu." jawab Seo Jae Myung.
"Jangan bilang. . . Kau tahu bahwa In Cheol akan melindungi In Woo tadi, jadi kau dengan sengaja melempar guci itu ke arah In Woo?" terka ibu In Woo.
"Bahkan jika itu menyakiti tubuhnya sendiri, dia juga tahu siapa yang membayar gajinya." jawab Seo Jae Myung.
Akhirnya, Jae In mendapat pekerjaan meski bukan sebagai perawat di rumah sakit. Ia diterima sebagai pelayan di sebuah restaurant..
Anak buah In Cheol memberikan laporan pada In Cheol, "Aku telah menemukan Yun Jae In, Manajer In."
"Jika itu yang terjadi. . . Oke, aku mengerti. Aku akan segera ke sana. Baiklah."
Jae In merasa di ikuti oleh seseorang.. Dan memang benar, ia tengah diikuti oleh anak buah In Cheol.
Jae In kesulitan mencari jalan pulang, ia tersesat di tengah kota Seoul. Dan engga berapa lama kemudian, ia mendapat telepon dari Yeong Gwang. "Kim Yeong Gwang? Bagaimana bisa kau meneleponku?" tanya Jae In.
"Apa kau bodoh?" ejek Yeong Gwang. Ia membaca sebuah memo besar yang ditulis Jae In untukknya. "Telepon aku begitu kau kembali. Yun Jae In. Kau menulis note yang sangat besar, dan masih bertanya mengapa aku menelepon?"
Jae In tersenyum, "Jadi kau sudah pulang. Kau tak pernah pulang ke rumah untuk beberapa hari, dan aku selalu mengkhawatirkanmu."
"Bagaimana denganmu? Mengapa kau keluar jam segini? Di mana kau?" tanya Yeong Gwang.
"Aku tidak tau." jawab Jae In. "Di mana tempat ini? Aku sudah berputar-putar. Tapi selalu saja ada jalan yang sama sekali asing bagiku."
"Jangan bilang. . . kau tersesat?" terka Yeong Gwang.
"Untukku Seoul masih merupakan tempat asing." jawab Jae In.
"Apakah ada bangunan tinggi dekat situ? Apa yang bisa kau lihat? Beritahu aku."
Jae In mendeskripsikan tempatnya saat ini berada.
"Aku akan segera ke sana. Jadi, diamlah di sana dan jangan bergerak. Jangan beranjak sedikit pun, sebelum aku tiba di sana. Kau mengerti?" suruh Yeong Gwang penuh kekhawatiran.
"Benarkah? Leganya! Aku akan diam di sini dan takkan pergi kemanamana, sampai Kim Yeong Gwang datang, oke?" jawab Jae In dengan antusias.
Tapi, Yeong Gwang datang terlambat.. Anak buah In Cheol sudah terlebih dahulu menemukan Jae In. Dan memaksa Jae In untuk masuk ke dalam mobil mereka. Anak buah In Cheol mencoba untuk menculik Jae In.
Yeong Gwang khawatir, ia belum juga menemukan Jae In,
Yeong Gwang mencoba menelpon Jae In, dan ia malah mendapati handphone Jae In tergeletak di jalan.
Bergegas, Yeong Gwang menuju kantor polisi dan melaporkan tentang hilangnya Jae In.
"Siapa tepatnya orangyang menghilang itu?"
"Dia adalah Yun Jae In. Dia adikku." jawab Yeong Gwang.
Jae In disekap, dan beruntungnya ia berhasil melarikan diri. Ia berusaha mencari jalan keluar di gedung tempatnya disekap, mencoba untuk berlari secepat mungkin sementara para anak buah In Cheol mengejarnya.
Jae In menemukan pintu, jalan keluar dari gedung.
Tapi tepat, saat Jae In membuka pintu. Ia malah berhadapan langsung dengan In Cheol.
Pihak kepolisian, mengamati CCTV dan mereka melihat Jae In disekap oleh beberapa orang..
Yeong Gwang benar-benar khawatir.
Di sisi lain, ibu Jae In-Yeo Eun Jo terbangun dari koma. Setelah sekian lama koma, ia terbangun dan kata pertama yang ia ucapkan adalah, "Yoon Jae in.."
Bersambung.. Sinopsis Man of Honor episode 6