Sinopsis Man of Honor episode 8 part 2 :
Jae In memperhatikan sepatu, kaos kaki dan jas milik Yeong Gwang yang tergeletak engga beraturan di tangga.
Jae In mulai mengambil barang-barang itu.
Sampai kemudian, ia bertemu dengan Yeong Gwang.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Yeong Gwang.
" Aku menemukan sepatu dan kaus kaki yang dijatuhkan oleh seseorang." jawab Jae In.
"Bagaimana dengan wawancaranya?" tanya Yeong Gwang.
"Berjalan dengan baik. Bagaimana dengan Kim Yeong Gwang?"
Yeong Gwang menjawab, "Sama denganku, begitu saja. Ronde ke dua minggu depan, apa kau tahu mengenai itu?"
" Yeah, aku tahu."
"Aku ingin tahu trik apalagi yang akan In Woo mainkan lain kali."
"Hanya untuk 2 bulan. Aku hanya akan bekerja di sini selama 2 bulan. Setelah itu aku akan kembali ke Rumah Sakit. Jadi jangan marah lagi, oke?" pinta Jae In.
"Waktu selama 2 bulan ini, apakah karena Seo In Woo? Mungkinkah karena Seo In Woo, itulah mengapa kau menjadi perawat pribadinya, benar?" terka Yeong Gwang.
"Bagaimana kau bisa tahu?" Jae In penasaran.
"Dahulu, aku telah melihat seorang perawat pribadi mengikutinya kemana-mana. Tentu saja setiap kali, mereka akhirnya tidak tahan lagi dan berakhir dengan dipecat."
"Maafkan aku. Harusnya itu dilakukan oleh Seo In Woo. Tapi kecuali hal itu, untukku ini sebenarnya hal yang bagus. Meskipun ini bukan di rumah sakit, tapi aku masih bisa memulai kembali untuk menjadi perawat. Ini bukan kerja paruh waktu, tetapi sesuatu yang aku bisa lakukan dan ingin aku lakukan." jawab Jae In.
"Tidak apa-apa. Tidak perlu untuk hal itu selalu dijelaskan. Mengapa kau melakukan pekerjaan ini? Sejujurnya, hanya memikirkan hal ini saja hampir membuatku gila. Bahkan sekarang. Sekarang ini, Aku berpikir untuk membuatmu melepaskan pekerjaan ini. Tapi kau akan tetap melakukannya, kan?" jawab Yeong Gwang."Apakah kau akan terus-terusan marah padaku? Kau tidak marah lagi?"
"Hanya untuk 2 bulan, bukan?"
Jae In mengangguk, "Ya, bayarannya juga sangat tinggi. Apapun itu, selamat karena sudah lulus tes wawancara."
"Apapun itu, selamat karena sudah lulus tes wawancara juga. Meskipun hampir saja tidak."
"Bukankah aku sudah bilang aku pasti akan naik ke atas sana?"
"Jika aku mengatakan akan naik keatas, maka aku pasti akan naik ke atas sana."
"Aku harus cepat pergi sekarang. Jam kerjaku sebagai perawat belum lagi berakhir. Ini." Jae In menyerahkan jas Yeong Gwang. "Kita bertemu lagi di rumah."
Yeong Gwang berkata, "Apapun itu, Aku harap bahwa kau dan Seo In Woo itu jangan terlalu dekat. Aku hanya mengatakan bahwa, itu yang kuinginkan."Jae In mengangguk lalu tersenyum.
In Woo menunggu Jae In.
Yeong Gwang memperhatikan In Woo dan Jae in dari kejauhan..
In Woo menyuruh Jae In untuk naik ke mobilnya. Tapi, Jae In pikir itu terlalu berlebihan.
Tapi, akhirnya ia naik mobil itu juga.
Hahaa.. Saat Jae In hendak mengucapkan salam pada Yeong Gwang, In Woo malah mempercepat mobilnya..
In Woo mengemudi dengan sangat cepat..
Tamatlah Jae in.
LOL..
Jae In keluar dari mobil dengan dramatis,
"Apa yang kau lakukan?" In Woo panik. "sangat kotor, duduk di lantai seperti itu."
Jae In mengomel, "Bisakah kau tidak mengemudi seperti tadi ? aku hampir mati ketakutan tadi."
"Mengapa kau tiba-tiba berpura-pura menjadi sangat lemah?" tanya In Woo mengejek.
"Aku. . ." Jae In mengatur nafasnya. "Walaupun aku tak dapat mengingatnya dengan pasti kapan. saat aku masih sangat kecil, Samar-samar aku ingat berada di dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. oleh karena itu, saat kau mengemudi seperti tadi, aku benar-benar mengalami kepanikan."
In Woo benar-benar engga ingin disalahkan, "kau seharusnya mengatakan itu dari awal. maka pastinya akan aku menggunakan itus ebagai referensi.."
Jae In kembali mengomel, "aku terus berteriak sepanjang tadi. kau tidak mendengarku?"
Ha ha ha..
"Bagaimana kau bisa menjadi sekejam itu? kau seharusnya lebih tahu dari siapapun, bagaimana seriusnya gangguan kepanikan itu. Bukankah terakhir kali kau mengalami kejang-kejang? waktu itu saat kau mengangkat telepon dari Presiden Direktur, benar bukan?" ucap Jae In.
"Kau! Dalam waktu singkat kau menjadi sangat menyebalkan, tutup mulutmu." In Woo kesal, penyakit syndrom nya itu benar-benar sangat memalukan baginya.
"Mungkinkah kau menjadi seperti itu karena presiden direktur?" tanya jae in.
"Sudah kubilang tak ada hal semacam itu. Gangguan panik? Aku tak mungkin memilikinya, kan? Aku adalah orang yang membuat iri semua orang, dan juga. . . Seorang ayah tidak akan mengancam dan menghukum anak satu-satunya, sebagai pelajaran." jawab In Woo.
"Jika itu bukan Presdir. Dan sebenarnya karena alasan apa? Mengapa kau memiliki gejala itu? "
In Woo menjawab, "Aku juga tak tahu. Rumah sakit tidak tahu, dandokter pun tak tahu. Oleh karena itu kau juga tak perlu ikut campur, kau mengerti?"
"Jadi maksudmu jika orang itu adalah kau, maka itu bagus, kan? Itu akan bagus. Kau bahkan bukan seorang dokter. Tapi kau ingin menyembuhkanku."
Jae In menjawab dengan bijak, "Dokter mengobati penyakit. Perawat mengobati hati orang-orang, itulah yang telah kupelajari. Aku ingin membantumu memulihkan kondisi kesehatanmu."
Ibu In Woo memperhatikan Jae In dan In Woo dari kejauhan..
Sedangkan di rumah..
Ibu Yeong Gwang masuk ke dalam kamar Jae In.
Dan ia menemukan...
Daftar rekening tabungan Jae in, ia mengetahui kalau semua uang milik Jae In adalah uang yang dikirim oleh suaminya-Kim In Bae. Mengatehui hal itu, Ibu Yeong Gwang benar-benar kesal..
In Woo sampai di rumahnya..
Ibunya benar-benar sangat memanjakan In Woo..
Ibu In Woo bertanya tentang perempuan yang baru saja In Woo temui, dan In Woo menjawab kalau perempuan itu adalah Jae In.
Sebelum pulang, Ibu Jae In berkata "Aku sepertinya pernah mendengar nama itu sebelumnya. Anak itu, Yun.. Yun.. apa??. Sepertinya dia memiliki nama yang sama dengan korban kecelakan waktu itu. Kau sangat muda waktu itu, ku kira kau mungkin sudah tak dapat mengingatnya lagi."
Mendengar hal itu, In Woo teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu..
Ia berpikir keras..
"Mengapa kau tiba-tiba ingin melihatnya?" tanya In Cheol.
"Aku juga punya hak untuk tahu, sejarah dari perawat yang sedang merawatku. Ini tidak berarti bahwa kau bahkan tidak memiliki catatan yang benar tentang dia, dan mengirimkannya ke sini begitu saja untuk menjadi perawatku, kan?" jawab In Woo.
In Woo membaca resume lamaran milik Jae In.
Dan ia semakin terkejut..
"Rumah Panti asuhan Harapan?" In Woo benar-benar terkejut.
In Cheol menjelaskan, "Ya, dia mungkin tidak memiliki orangtua ketika tumbuh besar."
"Bagaimana mungkin? Dia bilang dia mempunyai ayah."
"Aku hanya tahu dia dikirim ke sana 7 tahun yang lalu." jawab In Cheol.
"Mengapa? Kau mengenalnya? Apa kau. . . mengenalnya?" tanya In Cheol.
In Woo berpura-pura tidak mengenal Jae In, "Tidak, aku tidak mengenalnya. Baiklah, aku tahu. . . Aku mengerti. Hyeong. Apakah ayahku tahu? Namanya, apakah ayahku tahu?"
"Tidak, aku belum memberitahunya. Mengapa?" tanya In Cheol.
"Ada sesuatu yang ingin kupastikan dulu. Jadi bisakah kau mengundur laporannya ke pada ayahku?" pinta In Woo.
In Cheol mengerti, "Aku mengerti, kita akan membiarkannya seperti itu."
Jae In menemui seorang dokter, dokter yang merawat ibunya.
Wow!! Small World!
"Pertahanan dirinya bahkan lebih serius daripada yang aku bayangkan. Dia sepertinya tidak pernah mendapat persetujuan dalam setiap hal yang dia lakukan. Jika kau terburu-buru untuk mendekatinya, dia akan lebih menolakmu. Jadi untuk sementara perhatikan saja dia dari jauh." kata dokter itu.
"Baiklah, aku mengerti." jawab Jae In.
Dokter memberikan sebuah buku note. "Dan ini, aku harap kau bisa mencatat keadaan Seo In Woo setiap hari. Apa yang dilakukannya setiap hari dan situasi ketika dia meminum obatnya. Durasi kemarahannya dan kau harus mencatat setiap hal sekecil apapun. Apapun yang akan membantu pasien pulih."
"Baik, aku mengerti." jawab Jae In dengan semangat.
Yay! Saat Jae In keluar dari ruang dokter. Tanpa sengaja ia bertemu dengan prosecutor yang membantu ibu Jae In. Jae In meminta maaf karena tanpa sengaja sudah menabraknya..
Sekilas, prosecutor itu seperti mengenal Jae In..
Saat, Jae in hendak pergi dari rumah sakit. Ia seperti mendengar seseorang tengah memanggil namanya..
"Yun Jae in.."
"Akan sangat bagus jika aku memiliki kesempatan untuk bekerja di rumah sakit ini. Siapa tahu, jika aku mengerjakan hal ini dengan baik, Aku mungkin bisa bekerja di sini. Jadi aku harus melakukan pekerjaan ini dengan baik. Yun Jae In, semangat!" pikir Jae In.
In Woo masih memikirkan tentang Jae In dan kejadian kecelakaan beberapa tahun yang lalu..
Jae In sampai di rumah..
"Uang 35 juta Won itu yang kau pinjamkan pada kami, itu semua adalah uangmu, benar?" bentak Ibu Yeong Gwang- Goon Ja..
"Ya, itu uangku. Ya, itu adalah uangku. Itu adalah tabungan dari gajiku yang selalu kusisihkan selama ini. Uang pesangonku juga semuanya ada di situ." jawab Jae In yang sama sekali engga mengerti kenapa Goon ja marah seperti itu.
"Bagaimana mungkin ada orang sepertimu di dunia ini? Siapa yang ingin kau tipu sekarang ini? Di depan siapa? Selama tahun terakhir ini, kau telah memeras ayah anak-anakku. Kau mendapatkan kiriman uang banyak darinya setiap bulan. Uang yang kau pinjamkan pada kami itu adalah uangmu?" Goon Ja mengeraskan suaranya.
"Ayah memberikan uang itu kepada suster. Itu adalah uang yang diberikan oleh ayah untuk biaya kuliah dan biaya hidup." jawab Jae In.
Goon Ja melempar semua surat-surat milik Jae In.
Jae In hanya mencoba menahan air matanya..
"Cepat pergi dari rumah ini!" usir Goon Ja pada Jae In.
"Apa? Sekarang?"
Goon Ja melanjutkan kata-katanya, "Aku sudah melihat buku tabunganmu. Selama tahun terakhir, sedikit demi sedikit tabungan yang kau punya, ditambah dengan bunga, adalah tambahan biaya di sini. Tak ada hutang antara kau dan aku. Tak ada uang yang harus ku kembalikan padamu. Jadi menghilanglah dari rumah ini, bukankah begitu?"
"Tapi kau ingin aku pergi ke mana? Aku benar-benar tak punya tempat tujuan lain, ajummeonni." jawab Jae In.
" Apa hubungannya denganku kau tidak punya tempat tujuan lain? Selama beberapa tahun ini, aku telah memberimu biaya kuliah dan biaya hidup. Apalagi yang ingin kau ambil dari sini sekarang?"
"Maafkan aku, aku salah. Aku hanya ingin tinggal bersama bibi dan juga semuanya. Aku tidak pernah berpikir untuk meminta uang itu kembali, sungguh." jawab Jae In.
Jin Joo pun ikut memarahi jae In, "Kami menyuruhmu untuk keluar. Apa kau tidak dengar? Kau tidak memiliki hubungan apapun dengan kami sekarang, jadi pergi. Aku mohon padamu untuk enyah dari rumah kami, kau cuma lintah yang membuat orang muak."
Jae In benar-benar harus pergi dari rumah itu.
Ia menunggu kereta di stasiun.
Malangnya..
Yeong Gwang dan Jae In berselisih jalan.
Yah! Namanya juga drama..
Sesampainya di rumah, Yeong Gwang benar-benar terkejut kalau Jae In diusir oleh ibunya.
"Aku sudah bilang bahwa dia tidak diterlantarkan. Selama beberapa tahun ini, ayahmu selalu mengiriminya uang." jawab Goon Ja.
"Dia, sebagai seorang ayah, itu adalah kewajiban dasar yang harus dilakukannya untuk seorang anak yang diterlantarkan. Tapi ibu seharusnya tidak boleh membuatnya susah karena hal itu, Ibu."kata Yeong Gwang. Ia kemudian beranjak pergi untuk mencari Jae In.
"Mau pergi kemana kau?" tanya Goon Ja.
"Aku akan pergi mencarinya." jawab Yeong Gwang.
"Bagaimana dengan wawancaranya?"
Yeong Gwang menjawab, "Aku lolos putaran pertama wawancara. Apa kau puas sekarang?"
Mendengar Yeong Gwang lulus interview, Goon Ja benar-benar senang dan ia sama sekali melupakan tentang pengusiran yang sudah dilakukannya pada Jae In.
Yeong Gwang mencoba menelpon Jae In.
Tapi di waktu yang bersamaan, In Woo pun menelpon Jae In. Jae In menjawab telepon dari In Woo. " Di mana kau sekarang?" tanya In Woo.
"Itu, Aku sedang beradadi dalam kereta api." jawab Jae In.
"Pergi ke apartmenku sekarang." suruh In Woo.
"Apa, sekarang?"
"Ya, sekarang. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu. Jadi cepatlah ke sini."ucap In Woo. -
Jae In bingung, harus dikemanakan semua barang-barangnya itu.
Di rumah sakit..
"Yang paling utama. . . Memulihkan tenagamu yang paling penting. Aku sudah merencanakan rehabilitasi dengan Dr. O. Kami akan memulainya besok." jawab prosecutor.
"Tunggu sampai aku bisa berjalan lagi. Hal pertama yg akan kulakukan, adalah membunuh orang itu. Seo Jae Myeong. " kata Ibu Jae In.
Yeong Do makan malam bersama dengan Jae Myung. Merayakan keberhasilan mereka dalam interview.
Yeong Do berkata, "Yang kaya adalah dia yang merasa puas."
Jae Myung bertanya, "Apa artinya?"
"Hanya ketika seseorang tahu kepuasan, maka orang itu akan menjadi kaya. Itulah maksudnya. Kalimat itu diambil dari bab buku Dao karangan Laozi ." jawab Yeong Do.
"Ternyata sekarang ini masih ada anak mudayang membaca buku seperti itu."
Yeong Do menjelaskan, "Untuk dapat memasukkan keinginan seseorang di dalam karung, kau tidak dapat menemukannya, di dunia ini. Jika hatimu sendiri tidak merasa puas, tak peduli berapa pun yang kau masukkan, takkan pernah penuh. Inilah jawaban yang aku inginkan dari wawancara kali ini."
"Selanjutnya, hanya ada orang baru, yang memberimu jawabanyang kau inginkan."
"Benar." Jawab Yeong Do.
"Siapa nama orang itu? " tanya Jae Myung.
Orang itu adalah Jae In. Sebenanrya, orang yang berhasil dalam wawancara itu adalah jae In.
Yeong Do teringat saat ia melakukan wawancara dengan Jae In.
Flahsbacknya dimulai ;
"Jujur, dibandingkan dengan jumlah batu bata, Aku berpikir keras sebenarnya jawaban apa yang Pimpinan Tim cari." jawab Jae In.
"Kau berpikir tentang, jawaban apa yang aku inginkan?" tanya Yoeng Do seraya melihat satu batu bata yang dibawa Jae In.
"Jawabannya, mungkinkah itu?" tanya Jae In.
"Siapa namamu?" tanya Yeong Do pada Jae In.
"Namaku Yun Jae In. Yun Jae In." jawab Jae In bersemangat.
"Oke. Akan kuingat namamu."
Flashbacknya berakhir.
"Sebenarnya siapanama orang baru itu?" tanya Jae Myung.
Yeong Do menghindari untuk menyebut nama Jae In. "Selama orang baru itu masuk babak akhir wawancara, pada akhirnya kau akan tahu."
"Kenapa? Takut kalau aku akan melakukan sesuatu sekali aku tahu. Jadi kau akan melindunginya?" terka Jae Myung.
"Karena test kali ini harus adil. Untuk menghindari munculnya, campur tangan pihak lain, bukan begitu?"
Jae In sampai di apartemen In Woo. " Selama aku naik ke atas, Bisakah kau membantuku menjaga barang-barang ini?" pinta Jae In pada petugas.
Di tempat lain, Yeong Gwang masih terus mencoba untuk menelpon Jae In, "Yun Jae In. Tolong angkat teleponmu! "
In Woo membuka pintu, ia mengira Jae In yang datang. Tapi ternyata, Ayahnya yang datang..
"Aa. . . Ayah!" In Woo selalu merasa takut dan gugup setiap ia kali berada di dekat ayahnya.
"Sepertinya kau sedang menunggu seseorang." tanya ayahnya.
"Wawancaramu hari ini, ayah sudah melihatnya. Dari awal mula, Aku melihat segalanya dari kamera CCTV. Termasuk saat kau mendorong Kim Yeong Gwang sialan itu, jatuh di tangga, Aku melihat semuanya. Kau melakukan hal yg hebat." puij Jae myung pada In Woo.
Jae Myung mengelus kepala In Woo, "Orang semacam itu, sudah seharusnya kau singkirkan. Jika tidak. . . mereka tidak tahu apa yang pantasuntuk mereka dan naik ke atas. Ini tidak bisa dibiarkan. Di antara sekian banyak yang telah kau lakukan. Ini pertama kalinya, kau membuat Ayah begitu bangga. Di masa depan kau harus tetap, menjadi seperti ini. Seperti ini, lalu kau akan menjadi nomor 1 . Dan orang akan segan terhadapmu. Ini luar biasa bagus. Ayah khusus datang ke sini untuk mengatakan ini. Kau pasti sangat lelah setelah mengikuti wawancara." Jae Myung berdiri dari duduknya..
Dan taraaa...
Saat Jae Myung hendak pergi keluar dari apartemen In Woo, ia bertemu dengan Jae In.
In Woo tegang..
In Cheol pun tegang..
Satu hal yang In Woo dan In Cheol ingin katakan pada Jae In, Jangan sebut namamu di depan Jae Myung.
"Maaf, aku datang terlambat. Aku datang secepatnya setelah menerima panggilan, tapi. . ." Kata-kata Yoon jae in terputus saat melihat Seo Jae Myung..
"Kau. . . Siapa kau?" tanya Jae Myung.
"Apa kabar? Ini pertama kali kita bertemu. Aku. . ." Kata-kata Jae In terhenti...
Apa Jae In akan menyebutkan namanya???
Kalau jae In menyebutkan namanya, tamatlah sudah riwayat drama ini.. LOL..
Bersambung Sinopsis Man of Honor episode 9